Takaran hebat

15.40

Kehebatan itu bukan air yang bisa ditakar, bukan juga luas yang bisa diukur. Hebat itu masalah persepsi. Catatan ini saya buat untuk menjelaskan bahwa saya bukan siapa-siapa, pencapaian saya belum apa-apa. Sering sekali teman lama, teman baru dan saudara menulis lewat sosial media yang kurang lebih isinya begini,
"Enak ya kamu bisa hidup di Jerman, kok bisa sih? Gimana caranya, aku juga mau dong kayak kamu".
'Kok bisa?' Adalah pertanyaan yang juga sering saya tanyakan kepada diri saya sendiri. Mari kita rinci bersama. Nilai ujian saya waktu SMA yang terendah  adalah bahasa Jerman. Secara kebetulan saya di terima di jurusan sastra jerman universitas negeri malang lewat jalur reguler. Selama kuliah dua kali saya harus menggulang mata kuliah di semester pendek karena saya mendapat nilai paling hina yakni D. nilai yang seharusnya diberikan kepada mahasiswa-mahasiswa yang absensi kehadirannya kurang dari 80%. Yang sampai sekarang saya tidak mnegerti, kenapa nilai saya bisa sehina itu, biarkan Dosen panggampu dan Tuhan saja yang tau. Nilai C adalah nilai yang tidak sedikit saya dapatkan di matakuliah berbau-bau gramatika. Saya bukan mahasiswa yang diperhitungkan keberadaanya. Satu-satunya prestasi yang saya buat yakni, hasil penelitian skripsi saya yang membuat saya lulus tepat waktu. Pada saat awal semester, saya stres karena merasa salah mengambil jurusan. Di tengah semester, saya hampir saja mengajukan surat agar bisa pindah jurusan.
Apa saya frustasi? Sangat.
Apa saya menderita gangguan tidur? Iya.
Apa saya lelah? Jelas.
Apa saya menyerah? Tidak!
Yang ada dipikiran saya waktu hampir menyerah adalah, betapa pecundangnya saya. Karena saya sendiri yang memulai dan memilihnya maka, saya pula yang harus menyelesaikannya, sampai selesai. Karena selesai menurut saya bukan sarjana nya, melainkan kemampuannya. Saya merasa saya belum mampu berbahasa jerman dengan baik dan benar, karena itulah saya memutuskan jalan ini. Saya belum mampu menjadi guru bahasa Jerman karena kemampuan bahasa Jerman saya belum baik. Intinya sampai sekarang saya belum bisa menyelesaikan apa yang saya mulai.
       Menurut saya pribadi, kalianlah yang jauh lebih hebat. Kalian yang sudah sangat berani dan gagah untuk berkeluarga. Kalian sudah bertemu orang yang kalian cintai dan cinta itu berbalas. Keluarga kalian sama-sama setuju, KUA mendatangi berkas-berkas kalian, penghulu, saksi dan wali setuju. Kalian yang bisa jatuh cinta lagi setiap pagi kepada orang yang sama, orang yang kalian panggil istri atau suami. Seharusnsnya saya yang iri melihat kalian.
     Banyak sekali pasangan lain, (termasuk saya mungkin didalamnya) yang mencintai tapi tidak dicintai atau sebaliknya. Yang saling mencintai tapi keluarga tidak setuju. Atau yang lebih menyakitkan, ada yang saling mencintai, keluarga setuju tapi Tuhan yang tidak setuju.
    Jadi saya tegaskan sekali lagi, untuk sampai di Jerman bukan soal beli tiket pesawat lalu sudah. Kalian tidak tahu bukan sulitnya mengurus Visa, melengkapi semua dokumen dan persyaratan yang jumlahnya tidak sedikit. Ketika sampai di Jerman pun saya harus melanjutkan proses kependudukan dan birokrasi yang juga tak kalah rumit dari sistem di negara kita. Lalu masikah kalian anggap saya hebat dan terpilih karena sanggup membuat kalian iri?
   Renungkan lagi!

You Might Also Like

0 komentar