let's talk about illness that's make me feeling really sick. Homesick.

11.55



hometown is just not about where you was born or where you growing up. it's a place that you really want if you have been bored with you're life. -Rusi 2017-

bertemu lalu berkawan dengan orang-orang baru itu bukan melulu tentang meluaskan jaringan atau menambah eksesitensi hidup, melainkan lebih dari itu. dengan bertemu orang baru, membuat saya lebih memahami dan mensyukuri hidup yang sudah saya punya. karena saya berdomosili di negara yang memungkinkan  saya berteman dengan orang-orang dengan berbagai latar belakang dan bahasa ibu yang berbeda, maka lingkukangan pertemanan sayapun bisa dikatakan lebih berwarna. belakangan saya bersahabat dengan 2 orang baru, teman sekelas dari kelas bahasa Jerman yang saya ambil. sebut saja dia Alfa, pria yang berasal dari  negara Arab yang sedang berkonflik dengan Rusia. Dari ceritanya tentang betapa sulitnya dia mencari suaka politik di Jerman melalui jalur darat, mendapat tekanan dan pemerasan di setiap perbatasan negara menuju Jerman. tentang betapa dia menabung ribuan dolar untuk membayar oknum agar dia sampai di Jerman dengan pengharapan masa depan yang lebih baik. semua cerita-cerita dari dia mungkin lebih mencekam dari film-film horor manapun yang pernah saya tonton. ketika kami bertukar cerita, dan cerita yang dia dapatkan dari saya hanyalah hal receh seputar betapa tidak tahannya saya hidup di jerman, dan ingin pulang, kangen rumah, kangen masakan ibu, kangen pijatan ayah dan berbagai hal remeh lainnya. dia hanya menjawab,
"kamu ada yang dikangenin, dipulangin. nah saya, mau kangen siapa, mau pulang kemana?".
seketika saya diam. tak punya kosakata lagi.
lalu teman yang lain dengan keadaan sebaliknya tapi  juga tak kalah mirisnya, pria dandy berkewarnegaraan ganda. dia lahir di negara eropa bagian tenggara namun besar di yunani. Dia berusia 2 tahun lebih tua dari saya, tapi saya luar biasa mendapat banyak ilmu dan masukan dari dia. seorang Arsitek yang menempuh pendidikan di negara impian saya, United Kingdom. manusia yang sejak belia terbiasa hidup asing di luar negara dimana bahasa ibunya dipakai. sampai rasa kangennya terhadap negara dimana dia lahir dan besar terkikis, tak tersisa. Dia yang selalu nyaman dengan negara barunya, dan bisa lupa begitu saja tentang teman masa kanak-kanaknya atau teman masa pubertasnya. seakaan tidak ada satu episode indah dimasa lalunya. jika saya curhat tentang kerinduan saya tentang tanah air padanya, saya hanya jadi tempat sampah yang menampung kata-kata kotor yang keluar dari mulutnya.
"stop it for weeping Rusi, damn it with your homesick!."
begitulah sebagian contoh umpatan sopan dari dia ketika saya mulai mengeluh tentang rindu rumah.
entah kenapa saya merasa sangat beruntung dari mereka berdua. karena saya punya kampung halaman, punya rumah untuk pulangin, punya orang tua dan keluarga yang menanti, punya teman sepermainan yang standby diajak hangout sambil diskusi. i have all what  i need, and they are standby every single time when someday i comeback. persetan sama carut-marut semua sitemnya, baik transportasi, pendidikan sampai politiknya. saya terlanjur cinta dengan negara bernama Indonesia. pertanyaan yang sering sekali saya dapatkan ketika selesai mémpresentasi di depan kelas atau di depan peserta seminar tentang indonesia yakni,
"lalu mengapa kamu disini? jika negaramu seperti cuilan surga dengan musim panas hampir sepanjang tahun itu".
sungguh ada jeda sekian menit untuk mencari alasan, mengapa saya mau hidup di negara dengan minim sinar matahari, makan makanan yang hanya berbumbu merica dan garam saja, dan yang paling miris adalah hidup kesepian sendiri jauh dari sanak dan keluarga.
entah mengapa, betapapun banyak teman yang saya punya. lalu lalang setiap akhir pekan mulai jalan-jalan ke taman sampai tempat hiburan, mencoba hobi baru seperti bersepeda di hutan sampai belajar skateboard di taman kota. saya masih merasa kesepian, masih ada yang kosong. beberapa hari lalu saya sempat benar-benar kurang tidur, sangat amat stress karena tekanan pekerjaan dan beberpa tes ujian bahasa guna pendaftaran universitas yang harus saya lalui secara bersamaan. saat itulah saya benar-benar rindu, ingin menyerah dengan keadaan dan pulang saja. kurang lebih 2 minggu saya hidup dengan keadaan tidur kurang dari 4 jam dan makan indomie setiap hari, dengan dalih mengobati rasa rindu kampung halaman. waktu itu saya berusaha menghubungi teman-teman Indonesia lain, karena saya pikir mereka bisa sedikit mengobati kerinduan itu. juga agar saya istirahat sebentar dari berbahasa Jerman dan Inggris. tapi nyatanya mereka tentu punya pekerjaan dan tugas masing-masing yang sudah barang tentu tidak standby 24 jam untuk saya. di saat seperti itulah, saya menemukan siapa saya sebenarnya.
   sungguh kalian yang sedang berada dirumah, berbahagialah.

You Might Also Like

0 komentar