teruntuk teman-temanku yang telah menjadi ibu,

13.56




Tulisan ini, aku tujukan kepada kalian yang telah menjadi makhluk paling hebat bernama, ibu.

Artikel ini aku tulis, karena banyak sekali pesan masuk lewat sosial media yang bernada 'iri' dengan kehidupanku. Iya, aku sedang mengais Ilmu di negara maju. Iya, aku sedang bekerja di negara bermata uang Euro. Memang benar, aku cukup sering berpergian dan pamer di sosial media. maaf, jika aku terlihat riya' . Tapi, diantara kalian yang sering mengirimi ku pesan kurang lebih seperti ini,
1."asyik ya, kamu bisa travelling sendiri, jadi pengen." atau seperti ini
2."kalau aku belum nikah, pasti aku bisa kuliah lagi kayak kamu." atau yang pesan yang lumayan menyakitkan seperti berikut:
3."yah, kamu sih enak dasarnya anak orang punya, pastilah punya biaya kuliah di sana." 
4. "wah pacarnya bule, cepetan deh di sah-in biar hidup terjamin".

ketika pesan-pesan tersebut masuk, aku hanya menghela nafas dan menahan marah sambil mengirim emoticon :). karena membalas pesan tsb dengan kalimat2 kasar dan meluapkan kekesalan gak berguna juga kan. toh kalian emang gak pernah mengerti betapa 'tertatih' nya kehidupannya nyataku disini. berikut adalah jawaban jujurku untuk menanggapi empat pernyataan diatas
1.  i love making quality time with my self because i love my self. as simple as that :) tapi kan quality time sama diri sendiri bisa dengan berbgai cara. kalau dulu sih aku manjain diri dengan cara ke salon. tapi di Jerman salon itu mahal jadi aku lebih memilih jalan-jalan. dan untuk travelling sendiri itu butuh keberanian, planning yang benar dan tentunya biaya. kalian nggak tahu kan betapa ngiritnya aku, mengurangi biaya belanja bahkan makan untuk membiayai perjalanan itu?
 2. bukan masalah sudah dan belum menikah. jika kalian memang ingin melanjutkan pendidikan pasti tidak akan ada kata 'Tapi'. aku mengenal banyak orang, tante dan teman baik ku sendiri bahkan. mereka melanjutkan studi sampai jenjang S3 dengan status sebagai istri sekaligus ibu. jadi jangan jadikan pernikahan itu alasan penghambat ya. sulit memang membagi waktu, tapi bukan berarti mustahil kan?
3. aku sampai disini memang karena orangtua dan keluargaku. karena aku mendapat kasih sayang dan pendidikan karakter terbaik dari mereka. tapi tahukah kalian, untuk mengumpulkan biaya tiket pesawat aku pernah berjualan gorengan di kampus? coba tanya mahasiswa sastra jerman UM angkatan 2010 yang merupakan langganan pisang coklat daganganku :)  untuk sampai  lalu bertahan di Jerman aku menaiki ribuan anak tangga bukan memencet tombol lift dan sampai diatas begitu saja.
4. jelas pacarku bule, karena di Jerman isinya bule semua. aturan disini aku dong yang bule. lol. pacaran juga bukan berarti bisa langsung nikah juga ya teman-teman. menyatukan pikiran orang yang lahir dan tumbuh di barat kan dengan orang yang lahir dan besar di timur seperti aku kan butuh proses lama dan gak mudah. belum lagi kalau ujung-ujungnya ketemu bule yang brengsek juga. daaann ini poin yang paling penting. bukan jaminan menikah sama bule kemudian simsalabim hidup damai, nyaman dan bergelimang harta. ya kalau bulenya pemain Timnas Jerman sih iya.hheheke . Tapi inget lagi deh, Film sebagus apapun pasti melewati serangkaian proses kerumitan pengambilan gambar dan editing berkali-kali bukan?! nah itu sama seperti kehidupan setiap orang, tidak terkecuali saya. hidup kalian juga tentunya.
          dan setelah saya cermati pesan2 yang masuk ke sosial mediaku seperti contoh diatas, kebanyakan dari kalian teman-teman sebayaku yang telah dinaikan pangkatnya oleh Tuhan, yakni Ibu. kaki kalian punya fungsi baru selain berjalan, yakni surga-surga baru bagi keturunanmu. lalu masihkah kalian iri dengan manusia yang masih saja nongkrong di kampus dengan pekerjaan seadanya sepertiku? Stop deh iri sama hijaunya rumput tetangga, sebab tanpa kalian sadari, rumput kalian juga sama hijaunya.
         aku yang sepantasnya iri dengan kalian. lihatlah, kebahagiannku masih saja sebatas travelling sendiri. bangun pagi buta, guna mengejar kereta murah. melihat matahari terbit lewat jendela kereta, tapi disampingku duduk orang-orang berbagai rupa, yang bahasanya asing namun bisa ku mengerti, tapi mereka tak mengerti bahasaku. lalu aku sampai di tujuan, di kota atau negara yang dulu hanya sebatas aku lihat di peta. Taman, Istana atau bagunan bersejarah adalah tujuan paling favoritku. Disana selalu tumpah jutaan manusia, yang tak ku kenal, kadang ada yang tersenyum lalu meminta foto karena jangakuan tangan mereka yang kurang luas jika hanya mengambil swafoto. kemudian akupun meminta tolong bantuan yang sama dan tak jarang saling membantu dalam kecil tersebut berakhir dengan sebuah percakapan manis, singkat namun berbekas. setelah lelah melihat megahnya bangunan bersejarah, aku seringkali pulang dengan kereta paling malam, guna menekan biaya penginapan. aku kembali duduk didekat jendela, tempat paling favorit hampir semua umat manusia yang sedang berpergian. Hitam pekat karena malam dan terang lampu di dalam gerbong menciptakan bias sempurna di jendela dimana aku bersandar. sesekali aku lihat jelas mukaku yang kusut,rambut berantakan dan ransel paling setia dipangkuanku. belum pernah aku menemukan Satu hal yang amat setia kepadaku selain ransel pemberian ayahku itu. di gerbong yang sepi dan hampir tanpa penumpang itulah seringkali disanalah aku biasa menulis catatan perjalananku di notes book  yang selalu terbawa, seperti kenangan. percayalah aku tidak seberuntung kalian.
      teruntuk teman-temanku yang telah menjadi ibu, berbahagialah kamu.
kamu yang telah selesai dengan lika-liku patah hati. kamu yang begitu beruntung telah memilih dan dipilih. kamu yang telah amat berani berjanji setia sampai mati di depan Tuhan dan didengarkan oleh saksi. kamu yang telah rela membagi pikiran, tenaga dan waktu dengan satu pria saja sampai tutup usia. kemudian dipercayakan pada kalian makhluk bernyawa yang kelak memanggil kalian dengan sebutan bunda dan ayah. bayangkan berapa banyak orang di dunia ini yang belum atau bahkan tidak bisa memiliki kesempatan seperti kalian?
     
     

You Might Also Like

0 komentar